BREAKING NEWS

Komisi Pemberantasan Korupsi Klaim Kerugian Negara Rp1,25 T di Kasus Eks Dirut PT ASDP Nyata

tabir87news.co.id || Jakarta -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan kerugian keuangan negara dalam Kerja Sama Usaha (KSU) dan akuisisi PT.Jembatan Nusantara (JN) oleh PT.ASDP Indonesia Ferry (Persero) tahun 2019-2022 adalah nyata.
Juru Bicara KPK Budi Prasetyo mengatakan fakta tersebut juga sudah disampaikan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat dalam sidang pengucapan putusan Kamis, 20 November 2025.

"Putusan Majelis Hakim PN Jakarta Pusat menyatakan bahwa terdakwa saudara Ira Puspadewi selaku Direktur Utama PT.ASDP periode 2017-2024 terbukti bersalah melakukan perbuatan melawan hukum dalam kerja sama akuisisi PT.Jembatan Nusantara oleh PT.ASDP Indonesia Ferry. Atas perbuatan tersebut, menimbulkan kerugian keuangan negara senilai Rp1,25 triliun," ujar Budi melalui keterangan tertulis, Minggu (23/11).

Budi menyampaikan ini untuk menepis sejumlah postingan yang tersebar di media sosial yang seluruhnya mengakomodasi pembelaan Ira belaka, tanpa melihat fakta hukum yang terungkap dalam persidangan.

Kata dia, nilai kerugian yang besar dan hampir mendekati kerugian total atau total loss tersebut merupakan selisih antara harga transaksi dengan nilai yang diperoleh PT.ASDP Indonesia Ferry (price vs value), serta mencerminkan dampak finansial dan bisnis akuisisi terhadap PT.ASDP pada saat akuisisi.

Budi menjelaskan kerugian negara yang terjadi merupakan dampak dari Perbuatan Melawan Hukum (PMH) dalam proses akuisisi, termasuk di antaranya pengondisian proses dan hasil penilaian Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) yang melakukan valuasi kapal dan valuasi perusahaan secara keseluruhan.

"Pengondisian kapal tersebut terjadi atas sepengetahuan Direksi PT.ASDP, sementara nilai valuasi saham/perusahaan, KJPP menyesuaikan dengan ekspektasi Direksi ASDP, termasuk penentuan Discount on Lack of Marketability (DLOM) yang lebih rendah dari opsi yang tersedia," tutur Budi.

Selain tidak hanya terlihat dari perubahan versi kertas kerja penilaian, perbandingan nilai kapal serupa dengan kapal PT.ASDP yang setara ukuran dan usianya, serta asumsi yang digunakan konsultan, terdapat bukti percakapan para pihak yang menguatkan fakta pengondisian tersebut.

Selain itu, lanjut Budi, kondisi kesehatan keuangan PT.Jembatan Nusnatara sebagai perusahaan yang diakuisisi dalam periode sebelum diakusisi (2017-2021) dalam tren menurun atau declining.

Hal itu terlihat dari rendahnya dan semakin menurunnya rasio profitabilitas atau Return on Assets, serta kemampuan penyelesaian kewajiban lancar atau rasio likuiditas atau sering disebut dengan istilah current ratio. "Hal tersebut tidak menjadi pertimbangan Direksi dan tidak dievaluasi bersama dengan konsultan due diligence (uji tuntas) untuk menilai kelayakan akuisisi," ucap Budi.

Sementara di sisi aset, Budi mengungkapkan lebih dari 95 persen nilai aset merupakan kapal berusia di atas 30 tahun yang nilai bukunya sudah dinaikkan sehingga overstated melalui skema akuntansi kapitalisasi biaya pemeliharaan, revaluasi nilai kapal, transaksi pembelian kapal antar-afiliasi tanpa transaksi pembayaran riil. "Di sisi kewajiban, masih terdapat utang bank sebesar Rp580 miliar pada saat menjelang akuisisi," ucap Budi.

"Tidak hanya berdasarkan analisis laporan dan data keuangan PT.Jembatan Nusantara, masalah keuangan yang dihadapi PT.Jembatan Nusantara tersebut juga diketahui dalam percakapan antara Manajer Akuntansi dan Keuangan PT.Jembatan Nusantara dengan atasannya," lanjutnya.

Budi menambahkan proses dan hasil uji tuntas yang tidak objektif tersebut tidak hanya berdampak pada harga transaksi yang kemahalan, melainkan juga pertimbangan bisnis akuisisi turut menjadi tanda tanya. Selanjutnya, berdasarkan data-data aktual, keputusan investasi yang dilakukan secara realistis tidak layak. Hal itu dikarenakan investasi sama seperti mengejar keuntungan sebesar 4,99 persen, dengan menggunakan modal yang tingkat bunganya sebesar 11,11 persen. "Kerugian akan semakin menggulung di masa depan," tegas Budi.

Budi bilang perhitungan nilai saham perusahaan PT.Jembatan Nusantara oleh Tim AF dengan menggunakan metode pendapatan atau discounted cash flow atas dasar data tersebut menghasilkan nilai saham PT.Jemabatan Nusantara sebesar -383 miliar.

Sementara dengan metode aset bersih atau net asset yang akhirnya digunakan dalam Penghitungan Kerugian Keuangan Negara atau PKKN ini, nilai saham PT.Jembatan Nusantara sebesar -96,3 miliar.

Adapun penghitungan net asset tersebut dengan mengurangkan total aset dan total kewajiban PT.Jemabatan Nusanatara setelah nilai kapal PT.Jembatan Nusantara disesuaikan dengan valuasi ahli teknik perkapalan. "Dengan nilai saham/perusahaan negatif tersebut (sejalan dengan hasil analisis), maka jika ada pembayaran atas pengambilalihan saham PT.Jemabatan Nusantara, kerugian tidak hanya sebesar nilai pembayaran tersebut namun ditambahkan dengan nilai negatif saham, yakni sebesar 96,3 miliar," terang Budi. Lebih lanjut, dalam akuisisi PT.Jemabatan Nusantara oleh PT.ASDP, yang didapatkan oleh PT.ASDP tidak hanya aset PT.Jembatan Nusantara melainkan juga kewajiban PT.Jemabatan Nusantara seperti utang bank, utang pembiayaan, utang usaha, dan lainnya.

Oleh karena itu, nilai sebesar Rp19 miliar bukanlah nilai kapal, melainkan nilai perusahaan setelah dikurangi kewajiban-kewajiban yang harus ditanggung oleh manajemen PT.Jembatan Nusantara sebagai anak perusahaan PT.ASDP

Budi menyatakan adanya kewajiban PT.Jemabatan Nusanatara tersebut juga berdampak kepada PT.ASDP, di mana PT.ASDP harus memberikan shareholder loan (pinjaman pemegang saham) kepada PT.Jembatan Nusantara agar PT.Jemabatan Nusantara mampu untuk melunasi sebagian kewajibannya.

"Sampai dengan 31 Desember 2024, PT.Jembatan Nusantara masih belum mampu untuk membayar kembali shareholder loan tersebut kepada PT.ASDP. Singkatnya, sampai dengan saat ini PT.Jembatan Nusnatara sebagai anak perusahaan PT.ASDP masih rugi dan masih punya kewajiban atau utang yang harus dilunasi," pungkas Budi.

Sebelumnya, majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menghukum Ira Puspadewi dengan pidana 4 tahun dan 6 bulan penjara serta denda sejumlah Rp500 juta subsider 3 bulan kurungan.

Sedangkan Direktur Komersial dan Pelayanan PT.ASDP Muhammad Yusuf Hadi dan Direktur Perencanaan dan Pengembangan PT.ASDP periode Juni 2020-sekarang Harry Muhammad Adhi Caksono divonis dengan pidana masing-masing 4 tahun penjara dan denda sebesar Rp250 juta subsider 3 bulan kurungan.

Menurut hakim, para terdakwa telah terbukti melakukan tindak pidana korupsi yang menyebabkan kerugian keuangan negara hingga Rp1,25 triliun dalam KSU dan akuisisi PT.Jembatan Nusantara oleh PT.ASDP tahun 2019-2022.

Perkara dengan nomor: 68/Pid.Sus-TPK/PN.Jkt.Pst ini diperiksa dan diadili oleh ketua majelis Sunoto dengan hakim anggota Nur Sari Baktiana dan Mardiantos. Putusan tersebut tidak bulat alias diwarnai oleh perbedaan pendapat atau dissenting opinion Sunoto.

Menurut dia, Ira dkk seharusnya divonis lepas (ontslag van alle recht vervolging) karena tidak ada tindak pidana korupsi dalam kasus KSU dan akuisisi PT.Jembatan Nusnatara oleh PT.ASDP.

Dia memandang kasus tersebut lebih tepat diselesaikan secara perdata karena tindakan Ira dkk yang mengakuisisi PT.Jembatan Nusantara dilindungi oleh prinsip Business Judgement Rule (BJR). (red) 
Berita Terbaru
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
Posting Komentar