KPK Cecar Pejabat Kemnaker dan Bayu Widodo soal Aliran Dana Pemerasan RPTKA
Berdasarkan penelusuran, Harry diketahui menjabat sebagai Atase Tenaga Kerja Perwakilan RI di Kuala Lumpur, Malaysia, sekaligus Kepala Bagian Tata Usaha BBPKK Bandung Barat.
"Terkait dengan saksi HA, hari ini dilakukan pemeriksaan terkait dengan pengetahuan yang bersangkutan mengenai dugaan aliran uang dari para agen TKA kepada pihak-pihak di Kementerian Ketenagakerjaan," kata Jubir KPK, Budi Prasetyo, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat (24/10/2025).
Selain Harry, penyidik juga memeriksa PNS Kemnaker, Ilyasa Darusalam, serta seorang wartawan bernama Bayu Widodo Sugiarto (W). Pemeriksaan terhadap ketiganya untuk mendalami adanya aliran dana pemerasan kepada pihak lain di luar pejabat Kemnaker.
"Selain itu dalam perkara ini penyidik juga melakukan pemanggilan pemeriksaan terhadap saudara W yang merupakan jurnalis atau wartawan, didalami terkait dengan dugaan aliran uang, bahwa diduga ada aliran uang yang terkait atau berasal dari dugaan tindak pemerasan RPTKA ini yang kemudian mengalir ke beberapa pihak," ucap Budi.
Budi enggan membeberkan apakah ketiga saksi tersebut menerima aliran dana dan berapa besar nilainya. Ia menegaskan informasi tersebut masuk dalam substansi penyidikan yang belum dapat dipublikasi.
"Oleh karena itu dalam pemeriksaan hari ini kepada yang bersangkutan hal itu dikonfirmasi dan didalami lebih lanjut," ujarnya.
Konstruksi Perkara
Sebelumnya, KPK telah menetapkan delapan tersangka dalam kasus dugaan pemerasan RPTKA dengan total aliran dana mencapai Rp53,7 miliar pada periode 2019–2024, yakni:
1. Haryanto (HY) – Dirjen Binapenta dan PKK periode 2024–2025, Rp18 miliar
2. Putri Citra Wahyoe (PCW) – Staf Direktorat PPTKA periode 2019–2024, Rp13,9 miliar
3. Gatot Widiartono (GTW) – Koordinator Analisis dan Pengendalian TKA periode 2021–2025, Rp6,3 miliar
4. Devi Anggraeni (DA) – Direktur PPTKA periode 2024–2025, Rp2,3 miliar
5. Alfa Eshad (ALF) – Staf Direktorat PPTKA periode 2019–2024, Rp1,8 miliar
6. Jamal Shodiqin (JMS) – Staf Direktorat PPTKA periode 2019–2024, Rp1,1 miliar
7. Wisnu Pramono (WP) – Direktur PPTKA periode 2017–2019, Rp580 juta
8. Suhartono (SH) – Dirjen Binapenta dan PKK periode 2020–2023, Rp460 juta
Selain itu, terdapat aliran dana tambahan sebesar Rp8,94 miliar yang dibagikan kepada sekitar 85 pegawai Direktorat PPTKA dalam bentuk pembayaran rutin dua mingguan. Dana tersebut juga digunakan untuk kepentingan pribadi para tersangka, termasuk pembelian aset atas nama individu maupun keluarga.
Kasus ini mengungkap adanya praktik korupsi yang sistematis dan terorganisir di lingkungan Direktorat PPTKA, Ditjen Binapenta dan PKK. Permohonan RPTKA hanya diproses jika pemohon menyetor sejumlah uang. Permohonan yang tidak disertai setoran diperlambat bahkan diabaikan.
Penjadwalan wawancara daring melalui Skype turut dikendalikan secara manual dan hanya diberikan kepada pemohon yang telah menyetor dana. Penundaan penerbitan RPTKA dapat menimbulkan denda hingga Rp1 juta per hari bagi perusahaan, sehingga praktik pemerasan berjalan efektif.
Para pejabat tinggi seperti Suhartono, Haryanto, Wisnu Pramono, dan Devi Anggraeni diduga memberikan instruksi kepada para verifikator, termasuk Putri Citra Wahyoe, Alfa Eshad, dan Jamal Shodiqin, untuk melakukan pungutan kepada pemohon RPTKA.
Dana hasil pungutan tersebut kemudian dibagikan secara berkala kepada pegawai dan digunakan untuk berbagai keperluan pribadi, mulai dari jamuan makan hingga pembelian aset. (red)