Nikah Dini, Cerai di Usia Muda: Ketua PA Sumenep Ingatkan Bahaya Menikah Tanpa Kesiapan
Di antara perkara tersebut, mulai terlihat pola bahwa sebagian pasangan muda yang mengajukan perceraian sebelumnya pernah meminta dispensasi kawin (Diska) karena belum cukup umur secara hukum.
Ketua PA Sumenep, Moh. Jatim, S.Ag., M.H.I., menyampaikan bahwa fenomena tersebut menunjukkan adanya persoalan kesiapan dalam membina rumah tangga, khususnya pada pasangan usia muda.
“Kami mulai mencermati bahwa sebagian perkara cerai diajukan oleh pasangan yang sebelumnya pernah mengajukan dispensasi kawin. Ini bukan jumlah mayoritas, namun cukup signifikan dan perlu menjadi perhatian bersama,” ujar Moh. Jatim kepada media ini, Selasa (05/08/2025).
Meski perkara perceraian secara umum masih didominasi pasangan usia dewasa, Ketua PA menegaskan pentingnya perhatian khusus terhadap tren perceraian usia muda, terutama yang didahului oleh permohonan Diska.
“Pernikahan itu tidak hanya butuh cinta, tapi kesiapan lahir dan batin. Jika Diska dijadikan jalan pintas tanpa pendampingan dan edukasi, maka risiko perceraian akan meningkat,” ungkapnya.
PA Sumenep mencermati bahwa banyak pasangan muda yang tidak mendapatkan pendampingan memadai dari keluarga maupun tokoh masyarakat. Padahal, kesiapan emosional dan literasi hukum keluarga sangat krusial.
“Kami harap semua pihak mulai dari keluarga, kepala desa, guru hingga tokoh agama bisa berperan aktif. Pernikahan bukan pelarian, tapi tanggung jawab panjang yang harus disiapkan dengan sungguh-sungguh,” tegasnya.
Terkait daerah dengan tingkat perceraian tinggi, pihak PA masih melakukan pengolahan data. Beberapa kecamatan memang terlihat aktif dalam perkara cerai, namun Ketua PA menegaskan bahwa belum dapat disimpulkan secara pasti tanpa data lengkap.
Demikian pula soal alasan dominan perceraian, pihaknya masih mengkaji lebih lanjut pola-pola penyebabnya. Namun beberapa faktor seperti ketidaksiapan mental, ekonomi rumah tangga, dan konflik internal sering muncul dalam persidangan.
“Kami tidak ingin berspekulasi. Semuanya harus berbasis data sahih. Tapi dari fenomena yang ada, tampak bahwa kesiapan menjadi isu krusial,” jelas Moh. Jatim.
Ketua PA Sumenep juga mendorong agar Pemerintah Daerah melalui instansi terkait mulai merumuskan kebijakan edukatif untuk membekali pasangan muda. Program konseling pra-nikah atau pendampingan pernikahan berbasis desa dinilai dapat menjadi solusi awal.
“Diska adalah bagian dari mekanisme hukum, bukan masalahnya. Yang menjadi masalah adalah jika pernikahan dilakukan tanpa kesiapan dan kontrol sosial. Maka kami harap pemda juga ambil peran,” pungkasnya. (red)