Jaksa Agung Setujui Penyelesaian Kasus Tindak Pidana Penganiayaan dengan Restorative Justice Perdamaian Tercapai
0 menit baca
tabir87news.co.id || Jakarta -- Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Prof. Dr. Asep Nana Mulyana memimpin eksposJe virtual untuk menyetujui permohonan penyelesaian perkara berdasarkan mekanisme Restorative Justice (keadilan restoratif) pada Senin, 23 Juni 2025. Perkara yang diselesaikan melalui mekanisme ini adalah kasus penganiayaan yang dilakukan oleh tersangka Irfan Mulia dari Kejaksaan Negeri Asahan.
Kasus ini bermula dari pertengkaran antara tersangka dan saksi Ahmad Al Hafsi Sitorus pada 16 September 2024. Pertengkaran tersebut kemudian memicu tindakan tersangka mendorong dan meninju korban, Marsona Mulyadi, yang merupakan ibu kandung saksi. Berdasarkan hasil visum, korban mengalami luka lecet dan bengkak pada pipi kiri akibat trauma tumpul.Kepala Kejaksaan Negeri Asahan, Basril G, S.H., M.H., dan Kasi Pidum, Naharuddin Rambe, S.H., M.H., menginisiasi penyelesaian perkara ini melalui mekanisme restorative justice. Proses perdamaian berlangsung pada 27 Mei 2025, di mana tersangka mengakui dan menyesali perbuatannya serta menyampaikan permintaan maaf kepada korban.“Dalam proses perdamaian, tersangka mengakui perbuatannya dan menyesalinya, serta menyampaikan permintaan maaf kepada korban. Korban pun telah memberikan maaf tanpa syarat,” kata Prof. Dr. Asep Nana Mulyana.Setelah dilakukan telaah, permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif disetujui. Alasan penghentian penuntutan antara lain: telah dilakukan proses perdamaian secara sukarela tanpa tekanan, tersangka mengakui perbuatannya dan menyesalinya, korban telah memberikan maaf tanpa syarat, dan tersangka belum pernah dihukum.
Kepala Pusat Penerangan Hukum, Dr. HARLI SIREGAR, S.H., M.Hum, menyatakan bahwa keputusan ini merupakan perwujudan kepastian hukum. “Kepala Kejaksaan Negeri Asahan dimohon untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020,” kata Dr. Harli.Dengan demikian, perkara ini dapat diselesaikan dengan cara yang damai dan adil, serta memberikan kesempatan kepada tersangka untuk memperbaiki diri dan memulai hidup baru. (red)